Pada suatu ketika, Rasulullah saw tidak dapat memejamkan matanya sepanjang malam. Beliau selalu mengubah-ubah posisi tidurnya, namun teetap tidak dapat terlelap. Sehingga istri beliau pun bertanya, ”Wahai Rasulullah, apa yang menyebabkan engkau tidak dapat tidur?” Beliau menjawab, ”tadi ada sebutir kurma yang diletakkan di suatu tempat. Karena takut terbuang begitu saja, maka saya telah mengambil dan memakannya. Sekarang setelah saya telah berpikir, saya menyesal dan khawatir, jangan-jangan kurma yang dikirimkan kepadaku itu adalah kurma untuk disedekahkan kepada fakir miskin.”
Umar bin Khattab pernah menerima kesturi dari Bahrain, beliau meminta kesturi itu ditimbang dan dan dibagi-bagikan kepada masyarakat. Istrinya menawarkan diri untuk membantu menimbangnya. Mendengar kata-kata istrinya, Umar pun terdiam. Beberapa saat kemudian, beliau mennawarkan lagi kepada seseorang untuk menimbangnya. Sekali lagi istrinya menawarkan diri. Umar pun tetap terdiam. Ketika untuk ketiga kalinya istrinya menawarkan bantuan, Umar pun berkata, ”Aku tidak suka kamu meletakkan kesturi itu di tanganmu untuk menimbangnya, lalu kamu menyapu-nyapukan tanganmu yang berbau kesturi itu ke badanmu, karena dengan demikian berarti aku mendapat lebih dari hakku yang halal.
Subhanallah, betapa berhati-hatinya Rasulullah dan Umar terhadap apa-apa yang dianggapnya bukan menjadi haknya. Bagaimana dengan kita? Jangankan menjaga diri, mengambil hak orang pun telah menjadi praktek yang lazim. Kasus sengketa tanah misalnya, selain karena kebijakan dan peraturan perundangan keagrariaan serta penegakan hukum yang lemah, biasanya berawal dari pelanggaran hak. Tak hanya pejabat, norma masyarakat pun telah begitu longgar terhadap hak orang lain. Betapa mudahnya kita mengambil hak orang. Contoh sederhana, di kompleks perumahan, seakan wajar jika memajukan pagar halaman setengah meter mengambil jalan umum. Belum lagi korupsi, yang jelas-jelas mengambil bukan hanya satu tapi bisa ribuan atau jutaan hak orang.
Pelanggaran hak, bisa jadi merupakan salah satu penyebab krisis bangsa Indonesia. Karena itu, memperbaiki Indonesia, bisa berawal dari meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menghormati hak orang lain. Salah satu cara sederhana, dengan implementasi zakat. Zakat diciptakan sebagai sistem untuk membersihkan harta, agar tidak tercampur dengan hak orang lain. Berzakat, berarti melatih seseorang untuk menghormati haknya dan hak orang lain. Dengan praktek zakat yang benar, diharapkan dorongan nafsu untuk mendapat lebih dari sekedar haknya mulai terkikis.
Sedekah berarti telah memberikan haknya kepada orang lain. Semakin banyak sedekah akan menghasilkan kehati-hatian seseorang akan hak orang lain. Bahkan menumbuhkan keinginannya untuk mengalahkan haknya demi hak masyarakat yang lebih besar. Sangat sederhana memang, tapi percayakah anda bahwa hasilnya akan luar biasa?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar