Kamis, 25 Desember 2008

Muhasabah dan Resolusi Tahun Baru

Tanpa terasa tahun 1429 H dan 2008 M sudah mendekat ke penghujung.
Tahun baru 1430 H bertepatan dengan 2009 M telah berada di depan pelupuk mata. Tahun baru, selalu disambut dengan gempita, diharapkan dapat membawa semangat dan harapan baru. Tahun baru identik dengan resolusi baru. Niat untuk menjadi lebih taat, lebih baik, lebih sukses dan lebih bermanfaat dibandingkan tahun sbelumnya. Agar resolusi ini tak sia-sia seperti tahun ini, ada baiknya kita berhenti sejenak, merenung...
Apakah resolusi yang dicanangkan awal tahun 1429 H lalu telah tercapai?

Selain menetapkan resolusi baru, laiknya sebuah usaha, tutup tahun adalah saat menghitung untung rugi. Modal waktu yang diberikan Allah setahun ini telah meraih untung atau justru raib? Untung, jika nilai dan manfaat waktu lebih tinggi dari satuan waktunya. Rugi, jika modal waktu itu terbuang percuma. Bahkan bangkrut jika waktu yang ada terpakai untuk melakukan keburukan yang berdampak jangka panjang. Menghitung untung rugi, itulah tujuan introspeksi.

Menghitung kualitas diri, introspeksi, atau muhasabah sangat dianjurkan Rasulullah SAW. Dari Syadad bin Aus r.a., dari Rasulullah saw., bahwa beliau berkata, ‘Orang yang pandai adalah yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri serta beramal untuk kehidupan sesudah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah yang dirinya mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah SWT. (HR. Imam Turmudzi, ia berkata, ‘Hadits ini adalah hadits hasan’).

Menurut Rasulullah, bermuhasabah adalah ciri orang pandai, dan ujung dari muhasabah yang benar adalah beramal untuk masa depan yang lebih abadi. Jadi introspeksi yang dilakukan bukan sekedar mengukur seberapa tinggi karir, seberapa besar simpanan di bank, seberapa sukses rumah tangganya. Yang lebih penting, mengukur apakah ujung perjalanan kita nanti sampai di tempat yang diridhoi Nya, surga?


Kesadaran akan ujung perjalanan itu tercermin pada khalifah Umar bin Khattab. Imam Ahmad meriwayatkan, Umar bin Khaththab berkata, "Hisablah dirimu sebelum dihisab. Sesungguhnya berintropeksi bagi kalian pada hari ini lebih ringan daripada hisab di kemudian hari. Begitu juga dengan hari 'aradl (penampakan amal) yang agung."

Muhasabah dapat dilakukan sebelum atau setelah melangkah. Sebelum melangkah, saat pertama keinginan bertindak muncul, timbang dengan tepat : apakah membawa ke tujuan perjalanan kita atau justru menjauh? Setelah melangkah, muhasabah diperlukan untuk melihat adakah kelalaian, kelemahan yang menghambat jalan menujuNya. Dengan muhasabah yang intens dan jujur, kita akan tahu tingkat kesiapan kita menghadapi ujian akhir di yaumil qiyamah.

Tahun baru berarti berkurangnya waktu untuk bersiap menghadapi audit.
Tahun baru berarti saat audit semakin dekat.
Mari menghitung-hitung posisi dan menetapkan target baru agar hasil audit kita layak untuk berada di dekatNya.

Rabu, 19 November 2008

Saat Qurban Menjelang

Dzulhijjah menjelang.
Selain Haji, moment dramatis di bulan ini adalah Idul Adha atau Idul Qurban. Adha berarti kurban, karena pada hari itu umat Islam merayakannya dengan menyembelih hewan kurban. Idul Adha mempunyai arti khusus bagi umat Islam. Hari itu mengingatkan pada momen paling dramatis, yaitu kisah pengorbanan nabi agung Ibrahim as dan Ismail as. Kisah yang sangat luar biasa ini sampai diabadikan Allah dalam QS As Shaffat : 11.


Bayangkan, seorang ayah harus menyembelih anak yang sangat diharapkannya selama berpuluh-puluh tahun demi pengabdian dan kecintaannya kepada sang Kekasih. Bayangkan pula keikhlasan sang anak untuk tunduk dan pasrah menyerahkan nyawanya demi sang Kekasih yang sama. Bagi kita, kehilangan orang yang kita cintai sangatlah berat, bahkan banyak yang tidak mampu menanggungnya. Adakah pengorbanan demi cinta yang sehebat ini? Motivasi apakah yang menggerakkan keikhlasan dan ketaatan ini selain karena keyakinan bahwa Sang Kekasih tak akan menyia-nyiakan persembahan mereka? Allah, sang Kekasih, pun menerima bukti persembahan cinta yang agung ini dan mengabadikannya. Selama berabad-abad, kisah ini telah menyedot ratusan juta manusia berbondong-bondong ke Makkah Al-Mukarramah, tempat kekuatan cinta dan iman itu didemonstrasikan.

Ibrahim dan Ismail telah membuktikan kualitas imannya kepada Allah. Ketika berikrar bahwa “sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya untuk Allah,” beliau sadar bahwa segala yang dimilikinya termasuk anak & nyawa adalah milik Allah. Maka, beliau rela mengembalikan saat Sang Pemilik memintanya. Bagaimana dengan kita? Meskipun mengucapkan ikrar yang sama lima kali sehari, rasanya tak pernah benar-benar ikhlas hati ini untuk menyerahkan “milik” kita untuk kepentingan Allah. Jangankan nyawa, melepaskan keasyikan menonton TV untuk mendatangi panggilanNya pun berat.

Melepaskan “kepemilikan” memang ujian yang maha berat. Contoh sederhana, kita sibuk mencari-cari uang receh ketika kotak infak di masjid melintas. Juga saat memberi kepada pengemis, seakan-akan dia tidak mau menerima kalau kita beri uang seratus ribuan. Kita mengharapkan Allah mencintai dan memberikan surga sementara kita sama sekali tidak memperjuangkannya. Bagaimana mungkin Allah mencintai kita jika berkurban yang sederhana saja tidak mampu? Namun jangan pesimis, meski receh, perbuatan itu masih lebih baik. Paling tidak, harus dijaga agar “sense of belonging” kita tidak terlalu terlalu tinggi sehingga milik orang lain pun ingin diambil dan dikuasai.

Kejayaan adalah buah dari pengorbanan. Islam berjaya berkat perjuangan, pengorbanan dan semangat mempersembahkan qurban yang terbaik dari Rasulullah dan para sahabat. Indonesia merdeka juga berkat pengorbanan para pahlawan dan umat Islam. Di masa kini pun sebagian besar rakyat telah berkorban. Jutaan anak mengorbankan masa belajar dan bermainnya yang indah untuk mencari sesuap nasi membantu orang tuanya. Jutaan wanita muda berkorban meninggalkan keluarganya untuk mengais rezeki di negeri orang. Sayangnya sebagian lain justru semakin mendewa-dewakan kepentingannya, mengagung-agungkan egonya. Bahkan seringkali mengatasnamakan umat dan Allah. Wajar jika kita masih terpuruk.

Semoga tahun ini kita bisa mempersembahkan kurban yang terbaik. Tak sekedar sapi atau kambing yang lebih gemuk, tapi juga niat untuk mendekatkan diri kepada Allah. Agar kita semakin cinta kepadaNya, semakin merasa menjadi kekasihNya. Sehingga DIA pun mencintai dan memberkahi negeri kita, sebagaimana DIA memberkahi tanah suci tempat berqurbannya keluarga Ibrahim as.
Amin.

Jumat, 17 Oktober 2008

Saat Hari Kemenangan Tiba

"Allahu Akbar Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahilham.”
Gema takbir sahut menyahut menyambut hari kemenangan. Seluruh umat Islam bersyukur kepada Allah karena telah melewati ibadah puasa selama bulan suci Ramadhan. Kemeriahan menyambut kemenangan itu terasa di seluruh sudut negeri. Semua bergembira menyambut datangnya Idul Fitri yang diidentikkan dengan hari kemenangan.

Di balik seluruh keriuhan itu, sebersit pertanyaan terucap. Benarkah kita telah mencapai kemenangan? Karena menurut Allah, orang yang menang adalah orang yang beriman. Yaitu orang yang khusyu’ dalam sholatnya, yang menjauhkan diri dari perbuatan dan perkataan yang tidak berguna, yang menunaikan zakat, yang menjaga kehormatannya, dan orang yang memelihara amanat, janji dan sholatnya (QS Al Mu’minun : 1-9).

Allah telah menurunkan bulan Ramadhan sebagai madrasah tempat berlatih agar kualitas manusia sesuai dengan harkat penciptaannya. Di Ramadhan, shalat terasa lebih khusyu’, tilawah terasa lebih nikmat, hari-hari pun terasa begitu dekat dengan Allah. Di Ramadhan, kita sadar betapa tidak enaknya lapar dan dahaga, suatu kondisi yang sangat akrab dengan sebagian besar saudara kita. Betapa tak terbayangkan, bagaimana rasanya menahan lapar dan dahaga tanpa tahu kapan bisa berbuka. Di Ramadhan juga, kita sadar bahwa , manusia sesungguhnya mempunyai kekuatan yang luar biasa yaitu Niat. Dengan niat, seseorang sanggup mengendalikan diri. Bayangkan, kita sanggup tidak makan, tidak minum, menahan marah, tidak bergunjing, tidak mencela orang dan lain-lain hanya karena sebuah niat. Nawaitu, sungguh suatu daya penggerak yang luar biasa.

Kini, saat bulan mulia itu sudah berlalu, saatnya membuktikan apakah kita benar-benar seorang pemenang atau justru pecundang ? Dengan kesadaran bahwa kita BISA jika benar-benar BERNIAT, mari berniat untuk menjadi sang pemenang. Niat untuk menjadi hamba yang lebih taat. Niat untuk selalu mengendalikan diri, mengendalikan hawa nafsu. Niat untuk menjadi manusia yang lebih peduli dan bermanfaat bagi sesama. Sehingga di bulan Syawal ini kita layak menyatakan bahwa kita telah kembali ke fitrah manusia sebagai hamba Allah, yang suci, yang taat, yang pantas menjadi khalifahNya di muka bumi.

Jika Idul Fitri bagi kita adalah pesta, makan-makan, jalan-jalan berwisata. Namun, bagi Bakri, si anak pemulung, hari kemenangan tetap berarti kerja keras. Bocah berusia enam tahun itu tetap mengumpulkan koran bekas, yang sebelumnya menjadi alas jemaah saat shalat di Lapangan Depok. Koran-koran itu dia jual kepada pedagang barang bekas dengan harga Rp 750 per kilogram. Sudahkah kita kembali ke fitrah, saat batin kita tak terusik dengan kondisi si kecil Bakri?

Selamat Idul Fitri 1429 H, taqaballahu minna wa nimkun, minal aidin wal faizin.
Mohon maaf atas segala kesalahan dan kekhilafan kami. Semoga Allah menerima seluruh amal ibadah kita Ramadhan lalu. Dan jika kita belum lulus, “Ya Allah, jika Ramadhan yang lalu belum membuat kami menjadi lebih baik, ijinkanlah kami untuk melatih diri lagi di Ramadhan
tahun depan. “

Senin, 11 Agustus 2008

Seandainya Setiap Hari Adalah Ramadhan

Marhaban ya Ramadhan. Alhamdulillah, sebentar lagi Ramadhan ya, Mak? tanya Ujang kepada ibunya yang sedang memilah-milah bekas kardus. Bocah 9 tahun itu selalu antusias menunggu Ramadhan. Baginya Ramadhan adalah saat istimewa, selingan membahagiakan di tengah hari-harinya yang sulit. Setiap hari bocah pemulung ini harus berjuang keras mengisi perutnya yang selalu keroncongan. Di hari biasa, makan sehari sekali sudah merupakan kemewahan baginya. Tapi di Ramadhan, nasibnya sedikit membaik. Dia bisa makan dua kali sehari - saat buka dan sahur- dengan nasi kotak berlauk ayam atau telur dari mushola atau masjid yang dilewatinya saat memulung. Selain itu, jika di hari biasa dia harus bersusah payah menahan liur saat melihat orang lahap makan siang di warung, di bulan puasa siksaan itu hilang. Karena sebagian besar orang berpuasa. Selama Ramadhan, Ujang juga merasa tiba-tiba semua orang menjadi baik kepadanya. Tak terduga, dia sering mendapatkan kolak, kue-kue mahal, uang, pakaian bekas bahkan sarung dan baju koko baru dari seseorang. “Seandainya setiap hari adalah Ramadhan, ya Mak..,” ucapnya penuh harap.

Ujang tak salah berharap. Ramadhan memang penuh berkah. Tak hanya bagi Ujang, tapi bagi kita semua. Allah menjanjikan pahala berlipat ganda bagi setiap kebaikan yang dilakukan selama Ramadhan. Dan kita, yang masih haus pahala, yang masih menghitung untung rugi, tiba-tiba menjadi lebih baik. Berpuasa, sholat berjamaah, tarawih, membaca Al Qur’an, lebih dermawan dan sebagainya kita lakukan untuk mendapatkan pahala dan hadiah dari Allah berupa ampunan dan pembebasan dari api neraka. Amalan itu tentu saja sangat terpuji. Tapi, misalkan Allah tidak menjamin pahala yang berlimpah di bulan mulia itu, masihkah kita beramal baik? Haruskah kita menunggu Ramadhan untuk menghilangkan rasa lapar si Ujang? Lupakah kita saat Allah berfirman dalam hadist Qudsi : “Hai anak Adam, Aku minta makanan kepadamu, mengapa engkau tidak memberi makanan kepadaKu? “Wahai Tuhanku, bagaimana aku memberi makan kepadaMu, sedangkan Engkau adalah Tuhan alam semesta? Allah berfirman, “hambaKu lapar kenapa kau tidak memberinya makan? Sesungguhnya seandainya engkau memberikan makanan kepadanya niscaya engkau menjumpaiKu.”

Ya Allah, ampunilah kami. Kalau kami beramal hanya untuk kepentingan kami sendiri. Ternyata kami masih lebih cinta diri kami sendiri dibandingkan dengan cinta kepadaMu. Ya Allah, tanpa cinta dan rahmatMu sungguh kami adalah orang-orang yang menganiaya diri sendiri.

Jumat, 08 Agustus 2008

Resep Sukses Ali Imran 133-134.

”Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertaqwa. Yaitu orang yang berinfak di waktu lapang maupun sempit dan orang-orang menahan marahnya dan orang-orang yang memaafkan orang lain. Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan ”(QS Ali Imran 133-134).

Taqwa ditafsirkan dengan banyak aspek salah satunya adalah sukses. Agar menjadi orang-orang yang sukses, Allah menunjukkan kiat-kiatnya. Pertama, berinfak di waktu lapang dan sempit. Rasulullah menginfakkan seluruh miliknya, mulai harta kekayaannya yang berlimpah saat belum menjadi Rasulullah sampai beberapa biji kurma saat beliau menjadi Rasul dan memilih hidup seadanya. Khulafaurrasyidin dan para sahabatnya juga sangat pemurah. Begitu juga para tabiin dan ulama-ulama terkemuka setelahnya. Tak heran jika njejak kesuksesan mereka terekam sampai sekarang.

Saat ini gelombang berinfak juga menjadi gaya hidup kaum sukses dan orang-orang terkaya dunia. Orang-orang multi triliunan itu sejak lama percaya dan mengamalkan rahasia berinfak. Mereka membuktikan setiap dollar yang disumbangkan untuk kemanusiaan akhirnya kembali ke mereka ratusan atau ribuan kali .

Mengapa harus berinfak di saat lapang dan sempit? Karena memberi bukan soal harta.
Memberi adalah masalah hati: perasaan berkecukupan, berkelebihan dan membagikan perasaan berkelebihan itu. Bagi yang berhati kaya memberi sangatlah mudah dilakukan, meskipun dirinya masih sangat memerlukan harta. Sebaliknya bagi yang bermental miskin, kekayaan sebesar apapun hanya akan membuatnya merasa semakin miskin. Dan jika orang-orang kaya tingkat dunia percaya dan membuktikan bahwa ”memberi” merupakan cara investasi yang tidak pernah rugi, maka bagi yang modalnya terbatas silahkan berinvestasi dengan cara ini.


Syarat sukses yang kedua adalah, mengendalikan marah. Mengendalikan marah menunjukkan kualitas kecerdasan emosional yang dipercaya menentukan kesuksesan seseeorang. 1500 tahun sebelum Daniel Goleman (1995) menetapkan bahwa kesuksesan 80% ditentukan oleh EQ, di Al Qur’an sudah tertulis banyak ayat yang menjelaskan keutamaan mengendalikan marah. Rasulullah juga telah mengajarkan dan mencontohkannya pentingnya kecerdasan emosional. Rasulullah merasa tidak perlu marah ketika seorang Yahudi tua meludahinya, karena tahu dakwah secara lembut lebih efektif bagi Yahudi tua itu. Mengapa mengendalikan marah bisa menyebabkan kesuksesan? Karena kemarahan bisa menghancurkan hubungan yang terbina selama bertahun-tahun. Kemarahan sering membuat seseorang tidak berpikir dan bertindak benar, sehingga menghancurkan jalan sukses yang sekian lama dibangun.

Ketiga, memaafkan orang lain. Menyimpan rasa sakit di hati adalah sumber penyakit dan kegagalan hidup. Ibarat memasang rem tangan, mobil tidak bisa bergerak meskipun gas ditekan sekuat mungkin. Trauma dan sakit hati menghambat seseorang untuk hidup sukses dan bahagia. Berbagai riset menyimpulkan bahwa memaafkan terbukti secara klinis meningkatkan kesehatan emosi dan fisik penderitanya. Memaafkan adalah tindakan seseorang yang menolak untuk menjadi korban dari rasa dendam dan bencinya. Bagi banyak orang memaafkan dianggap menguntungkan orang lain. Padahal, memaafkan itu justru menyelamatkan diri sendiri dan tidak membiarkan luka yang dibuat orang lain terus menerus melukai hati. Membenci dan mendendam tidak akan mengarahkan kepada sukses, karena seluruh pikiran dan emosinya bukannya digunakan untuk fokus pada perbaikan hidup, justru dijajah oleh rasa sakit hati. Orang yang tidak bisa memaafkan dan tetap dendam ibarat meminum racun tetapi menyuruh orang lain (orang yang membuatnya dendam) mati. Sungguh ironis bukan?

Keempat, selalu melakukan kebaikan. Kebaikan mengundang kebaikan (QS Ar Rahman : 60). Ketika Allah menyenangi orang-orang yang berbuat baik, maka seisi alam raya pun termasuk manusia akan menyenanginya. Sehingga seisi alam rayapun – atas kehendak Allah- berkonspirasi untuk mewujudkan kesuksesan baginya.

Selasa, 05 Agustus 2008

Kisah Wortel, Telur dan Kopi.

Hampir setiap hari saya mendengar keluhan, baik secara langsung, lewat telepon, sms atau juga surat dan proposal. Kelaparan, terusir dari kontrakan, tunggakan uang sekolah, bayi yang disandera RS, jeratan hutang, belitan penyakit dan beragam masalah sosial yang diajukan untuk sekedar mendapatkan penyaluran ZIS yang tidak seberapa. Kepedihan dan kesulitan hidup yang dialami sebagian saudara-saudara kita itu mau tidak mau telah mempengaruhi saya. Efek positifnya, membuat saya tak henti-hentinya mengucap rasa syukur karena tidak mengalami kepahitan semacam itu (meskipun saya juga merasa berdosa kok merasa bersyukur di tengah penderitaan orang). Efek negatifnya lebih banyak : selain menyedot emosi, menimbulkan kekhawatiran -jangan-jangan suatu saat saya juga mengalami- , menimbulkan perasaan tak berdaya karena tidak bisa mengatasi masalah mereka, dan yang paling parah adalah rasa pesimis -kapan penderitaan bangsa ini akan berakhir?. Dana ZIS yang terbatas memang sedikit membantu, tapi sangat tak memadai untuk menghilangkan kesulitan mereka. Setidaknya saat ini, sebelum setiap orang di seluruh peelosok negeri ini mau berzakat (bagi yang wajib) dan berinfak. Termasuk pemerintah yang mau berinfak dengan kebijakan dan peraturan perundangannya untuk berpihak pada masyarakat banyak. Jadi yang lebih banyak kami berikan adalah nasehat kesabaran, ketabahan dan motivasi untuk hidup lebih baik serta rahasia sukses tokoh-tokoh dunia. Salah satu motivasi saya dapatkan dari buku Emotional Quality Management (EQM) tulisan Anthony Dio Martin sbb :

"Alkisah ada seorang anak yang hampir putus asa menghadapi kesulitan hidupnya. Hidup terasa sangat keras dan kejam. Kerja kerasnya tiap hari tak mampu melepaskan dirinya dari beratnya beban hidup yang ditanggungnya. Kelaparan, kedinginan, hinaan, sindiran dan berbagai kesulitan lain membuatnya gelap mata. Dalam kondisi yang hampir tak tertahankan, si anak mengadu kepada ayahnya. Sang ayah, yang kebetulan seorang koki, mengajak si anak ke dapur dan menyiapkan tiga tungku dan tiga panci untuk merebus air. Setelah air mendidih, ke dalam panci pertama, sang ayah memasukkan wortel, telur di panci kedua dan kopi di panci ketiga. Berikutnya mereka duduk dan mengamati proses perebusan tersebut. Si anak mulai tidak sabar. Setengah jam kemudian, sang ayah mematikan tungku dan meminta anaknya mengambil dan memasukkan wortel, telur dan kopi ke dalam mangkuk. ”Nak, apa yang kamu lihat?’ Tanya sang ayah. ”Wortel, telur dan kopi,” jawab anaknya. Dengan tersenyum sang ayah meminta anaknya memegang ketiga benda tersebut. Mula-mula wortel, yang kini telah menjadi lembut. Lalu telur, yang justru menjadi keras. Dan kopi, yang telah bercampur dengan air. Setelah melakukan apa yang diminta ayahnya, sang anak bertanya, ”apa artinya semua ini, Yah? Ayahnya menjelaskan bahwa ketiga benda tersebut merasakan kesulitan yang sama : air mendidih. Tapi hasilnya sungguh sangat berbeda. Wortel yang awalnya keras, setelah direbus menjadi lembek dan lunak. Sebaliknya telur, yang semula cair justru berubah menjadi keras. Dan kopi sangatlah istimewa. Alih-alih berubah, kopi justru mewarnai dan mengubah air mendidih menjadi seperti dirinya."

Kesulitan bisa setiap saat datang. Tapi bagaimana kita menghadapi atau akan menjadi apa kita setelah diterjang kesulitan itu, sepenuhnya tergantung kita. Seorang wortel akan patah semangat dan hancur menerima kesukaran dan tantangan. Seorang telur justru menjadi lebih berdaya setelah diterpa kesulitan dan rintangan. Dan kopi, mengubah tantangannya menjadi peluang keberhasilan.

Silahkan memilih, apakah kita mau jadi wortel, telur rebus atau kopi?

Merdeka itu Berzakat dan Berinfak

Islam diturunkan untuk memerdekakan manusia. Melalui Islam, manusia terbebas dari penjajahan segala hal termasuk manusia lain, harta benda, keluarga bahkan hawa nafsunya sendiri. Satu-satunya ketundukan manusia hanyalah kepada penciptanya, Allah SWT. Mengapa Allah sampai menurunkan 124 ayat Al Qur’an untuk memerintahkan ZIS, mengiming-imingi pahala dan mengancam orang yang melalaikan? Karena sistem zakat, infak, shadaqah ini adalah instrumen penting untuk menjadikan manusia makhluk yang merdeka.

Saat ini mayoritas saudara kita masih terjajah kemiskinan. Sistem distribusi pendapatan dan aset dari ZIS mestinya dapat menghilangkan atau meniminalkan kemiskinan yang terjadi. Sayangnya, pasca khulafaur rasyidin, sejarah mencatat hanya pada masa khalifah Umar bin Abdul Azis lah, dana ZIS cukup untuk membebaskan umat dari kemiskinan. Pada masa itu, zakat yang terkumpul telah berlebih bahkan setelah khalifah memerintahkan untuk melunasi hutang para gharimin dan menikahkan para lajang yang sudah saatnya menikah. Mengapa pada masa itu zakat begitu memberdayakan? Tak lain karena keteladanan sang khalifah. Umar bin Abdul Azis membebaskan dirinya dari ikatan harta dengan menginfakkan seluruh hartanya ke Baitul Maal. Teladan yang diikuti seluruh rakyat ini membuktikan bahwa saat setiap orang mau berzakat dan berinfak, maka tidak ada lagi yang perlu menerima.

Kini, saat ZIS jauh dari cukup untuk sekedar melonggarkan jerat kemiskinan, setiap orang berusaha membebaskan dirinya sendiri dengan berbagai macam cara. Padahal, meski Allah memuji orang yang memilih kekayaan akhirat dibandingkan dunia, Allah telah memberikan cara termudah untuk kaya yaitu berzakat dan berinfak. QS Al Baqarah ayat 261 jelas-jelas menyatakan, setiap sen yang diinvestasikan pada zakat dan infak akan mendapatkan hasil mulai dari 70.000% sampai tak terhingga. Jauh diatas hasil investasi di instrumen keuangan apapun.

Banyak yang telah membuktikah kedahsyatan jurus zakat dan infak untuk mengembangkan uang ini. Tak terkecuali orang-orang terkaya dunia yang belum Islam seperti Warren Buffet, Bill Gates, dan para motivator semisal Robert T. Kiyosaki (penulis Rich Dad Poor Dad), John Assaraf (salah satu kontributor buku the Secret), Jack Canfield (penulis Chicken Soup for the Soul) dan sederet nama lainnya pun merekomendasikan menyumbang untuk memancing uang yang lebih besar.

Mengapa berzakat dan berinfak bisa mendongkrak rejeki? Pertama, berzakat dan berinfak berarti membebaskan seseorang dari ikatan hartanya. Berzakat dan berinfak artinya seseorang bukan menjadi budak, tetapi menjadi tuan atas hartanya. Ketika berzakat dan berinfak, seseorang dianggap mampu menundukkan hawa nafsunya untuk memiliki dan menguasai hartanya. Allah memberikan sertifikat kebaikan sempurna bagi manusia yang berhasil memberikan sesuatu yang dicintainya (QS Ali Imran ayat 92). Karena, saat seseorang mampu memberikan yang dicintainya karena Allah, berarti dia hanya tunduk kepada Allah. Dengan ketundukan hanya kepadaNya itu, Allah akan menjadikan mencintainya. Dan sebagaimana seorang kekasih yang selalu diperhatikan keinginannya, menjadi kekasih sang Maha Kaya tentu akan terjamin kebutuhannya.

Kedua, secara sunnatullah (hukum ketertarikan) berzakat dan berinfak akan menumbuhkan perasaan keberlimpahan dan kecukupan hati. Frekwensi keberlimpahan itu akan terpancar ke alam semesta dan sesuai tugasnya alam semesta pun memantulkan kelimpahan dan kecukupan kepada si pengirim frekwensi, orang-orang yang berzakat dan berinfak itu. Artinya, orang yang berzakat dan berinfak akan selalu mendapatkan kembali apa yang diberikannya.

Jadi, jika anda ingin merdeka, berzakat dan berinfaklah. Bagi yang belum kaya, berzakat dan berinfak akan memerdekakan anda dari kemiskinan. Bagi yang sudah kaya, berzakat dan berinfak akan memerdekakan anda dari ikatan harta, dan itu akan membuat anda semakin kaya.Tidak percaya, silahkan coba.

Rabu, 02 Juli 2008

Belajar Sukses dari Kung Fu Panda

Minggu lalu saya mengantar anak-anak menonton film Kung Fu Panda (KFP). Film yang sedang ngetop ini sangat menarik. Selain lucu dan menghibur, film animasi yang berkisah tentang perjalanan seekor panda gendut bernama Po untuk menjadi jagoan kung fu itu sarat nilai dan pesan penting. Bagi anda yang belum menonton, saya cuplikkan ringkasannya.

"Alkisah di suatu negeri yang aman damai sentosa, ada pusat perguruan kungfu yang dipimpin oleh seekor kura-kura, Oogaway. Guru perguruan itu, Shifu, tengah melatih lima jagoan kungfu yang salah satunya akan dinominasikan sebagai master naga, jagoan kungfu tak terkalahkan karena mendapatkan dokumen mantra rahasia naga . Ketenangan negeri terkoyak ketika Oogway memberikan ramalan bahwa Tai Lung, alumnus perguruan yang telah membelot yang sudah dipenjara selama 20 tahun karena makar, akan kembali untuk merampas dokumen mantra rahasia tersebut. Sehingga perlu dipilih seorang master naga dari kelima jagoan tersebut. Po, si panda gendut sejak lama ingin belajar kungfu. Namun, ayahnya si burung onta, ingin Po meneruskan usaha keluarganya sebagai penjual mie ayam. Bahkan sang ayah berjanji akan memberikan Po resep rahasia jika mau mewarisi usaha mie ayamnya. Singkatnya, Po si panda gendut secara kebetulan terpilih sebagai nominator master naga, dan setelah berlatih keras akhirnya mampu melawan Tai Lung. Sehingga negeri itupun aman dan tenteram kembali. "

KFP adalah film tentang law of attraction, hukum alam yang akhir-akhir ini menjadi trend dunia, yang paling mudah dimengerti. Prinsip dasar hukum ketertarikan adalah alam semesta memantulkan energi yang dikirimkan dan mengembalikan energi serupa kepada si pengirim. Artinya, jika dari pikiran dan perasaan kita terpancar energi positif, maka alam semesta akan memberikan hal-hal positif yang kita inginkan kepada kita. Jika anda tidak sempat atau malas membaca buku-buku tentang hukum ketertarikan, maka menonton KFP adalah cara paling menyenangkan untuk mempelajari hukum ketertarikan tersebut.

Banyak pelajaran yang dapat diambil dari KFP. Pertama, semua hal adalah mungkin. Kemustahilan bisa menjadi nyata. Seekor panda berayahkan burung onta. Seekor kura-kura yang jalannnya ”nunak-nunuk” bisa menjadi master kung fu yang piawai. Dan banyak lagi “hil yang mustahal” seperti kata Asmuni (alm) pelawak Srimulat, yang ternyata tidak mustahil.

Kedua, kegigihan mengalahkan segala keterbatasan. Seorang pahlawan tidak pernah menyerah, kata Po setelah dikerjain oleh Shifu, master kung fu yang awalnya juga meremehkan kemampuan si panda gendut itu. Po memang tidak pernah menyerah. Semakin dilecehkan, semakin tinggi semangatnya untuk bisa menjadi jagoan kungfu. Po, mempunyai hasrat yang kuat untuk menang atau DESIRE kata Napoleon Hill tentang syarat kesuksesan para tokoh terkaya dunia). Dan Po pun membuktikan ksesuksesannya dengan tips sukses buku Think and Grow Rich yang ditulis Napoleon Hill itu. Memang ada kalanya Po ingin mengundurkan niatnya menjadi jagoan. Tapi itu bukan disebabkan kesulitan yang dihadapinya, tapi lebih karena merasa tidak enak membuat jagoan-jagoan lainnya tidak nyaman dengan keberadaannya. Di sisi sebaliknya, hasrat membara juga mampu mendorong Tai Lung untuk tetap memperjuangkan ambisinya. Hasrat balas dendamnya mampu mendorong Tai Lung meretas rantai tebal yang membelenggunya dan membebaskannya dari penjara bawah tanah dengan penjagaan berlapis-lapis yang telah dihuninya selama 20 tahun.

Ketiga, tidak ada yang kebetulan di dunia ini. Allah telah menciptakan dan mengatur seluruh detil perjalanan semua makhluk di dunia ini dengan sempurna. Tidak ada selembar daun pun yang jatuh tanpa kehendak Allah, begitu kata Pak Ary Ginanjar di ESQ. Jadi ketika Po, masuk ke gelanggang pemilihan master naga melalui cara yang spektakuler, terjatuh dari langit akibat ekornya diikatkan pada mercon, kejadian itu bukanlah kebetulan. Po yang memang tertarik untuk belajar kungfu namun awalnya hanya ingin menonton pemilihan itu, telah menjemput takdirnya sebagai pahlawan pembela negaranya dari gangguan musuh. Moment jatuhnya Po dari langit bersama bola api ini menjadi salah satu bukti berlakunya hukum ketertarikan. Ketika Po begitu besar hasratnya untuk menjadi jagoan kungfu, maka sesuai perintah Allah, alam semesta yang mendapatkan frekwensi getaran hasrat Po itu berkonspirasi untuk mewujudkan keinginan Po.

Keempat, kelemahan adalah kekuatan. Saat ingin belajar kungfu, Po dilecehkan karena badannya yang gendut, penuh dengan lemak bertumpuk yang membuat orang tidak yakin. Jangankan kungfu, untuk melangkah pun sulit. Shifu, sang guru, pada awalnya juga meragukan Po. Dengan pedasnya dia menyindir bahwa kemampuan Po hanyalah menjatuhi lawannya dengan bobot badannya yang luar biasa. Kelebihan berat badan dan tumpukan lemak Po yang dianggap sebagai kelemahan ternyata justru merupakan kekuatannya. Lemak Po berjasa menyelamatkan nyawanya dari totokan maut Tai Lung, si tokoh jahat yang haus kekuasaan itu. Alih-alih melumpuhkan syarafnya, jurus andalan Tai Lung untuk mengalahkan lawan-lawannya itu, bahka membuat si gendut Po terkikik kegelian. Dan seperti ramalan Shifu bahwa Po akan mengalahkan lawannya dengan menjatuhinya, Tai Lung pun tak berdaya saat terjatuh di tangga dengan Po jatuh di atasnya. Sehingga ada pepatah baru, bukannya sudah jatuh tertimpa tanggal tetapi SUDAH JATUH TERTIMPA PANDA... hahahaha

Kelima, percaya dan taat kepada atasan. Satu catatan penting lagi dari kesuksesan pencapaian tujuan adalah percaya dan taat kepada atasan. Meskipun pada awalnya Shifu meragukan kemampuan si panda, tapi karena kepercayaannya kepada sang master Oogway bahwa guru pasti memutuskan yang terbaik, maka dia pun taat. Ketaatan pada guru juga ditunjukkan lima jagoan kepada Shifu. Gagal dinominasikan menjadi master naga, alih-alih kelima jagoan tersebut frustasi justru mendukung saingannya, Po untuk menjadi master naga. Keenam, mengajar dengan hal yang disukainya. Setiap anak akan belajar secara efektif jika dia menyukai apa yang diajarkan atau siapa yang mengajarkan. Shifu menerapkan hal ini untuk mengajari si panda gendut itu kungfu. Makanan menjadi jurus ampuh untuk membuat Po berlatih lintang pukang. Demi sepotong bakpau, Po mengerahkan seluruh kemampuan kungfunya untuk dapat menangkap bakpau dari tangan gurunya. Ketujuh, tidak ada resep rahasia. Master naga akan menjadi jagoan tak terkalahkan setelah mendapatkan gulungan dokumen berisi mantra rahasia. Bayangkan, betapa kecewanya semua jagoan ketika tahu bahwa dokumen yang diperebutkan itu ternyata kosong....tanpa kata. Meski sempat bingung, setelah ayahnya membuka rahasia bahwa tidak ada resep rahasia untuk ramuan mie nya, akhirnya Po menyadari bahwa rahasia kekuatan seorang jagoan bukan pada mantra. Tetapi pada kata ”Percaya”. Ketika anda percaya, maka semuanya menjadi nyata.

Kedelapan, berbuat terbaik untuk hari ini. Oogway, si master kura-kura berpesan bahwa : yesterday was history, tomorrrow will be mystery, today is gift. So that’s why it’s call present. Artinya hari ini adalah anugerah terbesar buat kita. Alih-alih memikirkan masa lalu dan masa mendatang, fokuslah pada pada hari ini. Curahkan setiap energi untuk memberikan yang terbaik untuk hari ini. Agar hari ini menjadi sejarah yang indah jika telah menjadi kemarin dan bukan lagi menjadi misteri jika besok telah menjadi hari ini.

Selasa, 10 Juni 2008

Keberlimpahan

Suatu pagi di hari Minggu, rumah saya kedatangan seorang pedagang penjual kue. Pakaiannya sangat sederhana, sehingga mudah menimbulkan iba. Saya bergegas membeli dagangan ibu itu, dengan harapan segera terbebas dari pandangan mengibakan di depan mata.

Hampir setiap minggu atau hari libur, si ibu tersebut lewat di depan rumah, dan menawarkan dagangannya. Hingga pada suatu hari, sembari menawarkan dagangannya, si ibu bercerita bahwa di suatu petang, di depan rumahnya, tiba-tiba sudah tergeletak sekotak pakaian yang bagus, rapi dan bersih.

Saya bersyukur bahwa akhirnya si ibu bisa memiliki pakaian yang bagus dan baik. Sempat tercetus di pikiran saya bahwa si ibu sangat senang dengan kiriman tak terduga tersebut. Namun belum sempat saya berkomentar, si ibu sudah berujar. “Namun saya sungguh berbahagia, sudah menemukan keluarga yang paling pantas menerima pakaian tersebut.”
Saya tersentak, si ibu memiliki hati yang luar biasa. Seorang pedagang yang sehari-hari berpakaian lusuh ala kadarnya, ternyata memiliki hati yang mulia.. Ibu tua si pedagang, tak memiliki materi, malah baru saja mendapat materi yang selama ini tak dimilikinya. Namun dengan keberlimpahan hatinya, menyerahkan barang berharga tersebut pada orang lain yang lebih membutuhkan.

Masalah memberi bukan terletak pada apakah kita punya keberlimpahan materi atau tidak.Tapi apakah kita punya keberlimpahan hati untuk tetap memberi, apapun juga itu. Sayyidina Ali sekeluarga pernah memberikan roti makanan untuk berbuka puasanya –semuanya- pada peminta-minta yang lewat di depan rumahnya. Ini berlangsung berturut-turut selama tiga hari.

Memberi tak selalu harus berarti keberlimpahan. Keberlimpahan hatilah yang menentukan. Dan memberi pun tak berarti selalu materi. Hanya hati yang berlimpahlah yang dengan gembira bersedia membukakan pintu bagi teman yang tergopoh-gopoh ingin masuk.

Islam mengajarkan bahwa cara termudah dan termurah mengalirkan keberlimpahan kita dengan tersenyum. Jika hari ini Anda belum memberikan keberlimpahan itu pada dunia, mulainya dengan tersenyum.
Cobalah

Itsar

Itsar, diartikan dengan mendahulukan kepentingan orang lain walaupun dirinya sendiri memerlukannya. Istilah ini lazim digunakan oleh sahabat Rasulullah. Banyak kisah yang menceritakan bagaimana para sahabat mengorbankan dirinya untuk kepentingan orang lain. Ibnu Umar r.a. menceritakan bahwa seorang sahabat telah menerima hadiah sebuah kepala kambing. Karena dia merasa ada tetangganya yang lebih memerlukan, dia pun lalu memberikan kepala kambingnya kepada tetangganya tersebut. Ketika tetangganya menerima pemberian itu, dia pun teringat kepada tetangga yang menurutnya lebih memerlukan lagi. Begitu seterusnya sampai kepala kambing tersebut berpindah tangan tujuh kali sebelum akhirnya kembali ke sahabat yang pertama kali menerimanya.

Kisah lain yang sangat menyentuh yaitu ketika Tsabit r.a. menjamu sahabat yang selalu berpuasa namun seringkali tidak mempunyai makanan untuk berbuka. Agar tamunya bisa berbuka dengan cukup, Tsabit menyuruh istrinya memadamkan lampu sehingga tamunya tidak mengetahui bahwa Tsabit hanya berpura-pura makan. Allah pun memuji kelakuan Tsabit. Pada waktu subuh saat Tsabit hadir di majelis Rasulullah, beliau menyampaikan berita gembira itu “ wahai Tsabit, Allah sangat senang menerima pelayananmu terhadap tamu tadi malam.”
Betapa luar biasa akhlak para sahabat. Ketenteraman Madinah tercipta karena kaum Anshar mengutamakan Muhajirin di atas kepentingan diri mereka, meskipun mereka kesusahan (QS Al Hasyr : 9).

Itsar lah yang dibutuhkan Indonesia saat ini. Carut marutnya negeri ini salah satunya akibat hilangnya itsar. Semuanya untuk kepentingan diri sendiri, paling jauh untuk keluarga dan kerabatnya. Parahnya, kepentingan diri itu tidak pernah terpuaskan. Semua hal direkayasa untuk kepentingan si “AKU”. Jangankan memikirkan akibat untuk orang lain, tidak melanggar hak orang lain pun sudah untung. Bagai kanker, penyakit AKU telah menjalar ke seluruh sendi masyarakat. Bagai vacuum cleaner, si kaya terus menyedot asset di sekitarnya tanpa henti. Si miskin yang hidup dalam tekanan melampiaskan keakuannya dengan kemarahan membara yang setiap saat siap menghanguskan semua. Jangan-jangan gempa yang bertubi-tubi mendera, merupakan ekspresi ke”aku”an alam yang unjuk kekuatan karena tidak ingin disepelekan manusia.

Dalam kondisi ini mengharapkan itsar, bagaikan menggantang asap. Tapi jangan putus asa. Islam telah memberi solusi bagi merajalelanya penyakit egois itu. Zakat, infak, shadaqah dan wakaf adalah sarana berlatih mencapai itsar. Menunaikan zakat, berarti mulai sedikit memikirkan orang lain. Memperbanyak infak, sadaqah dan wakaf akan menumbuhkan kasih sayang kepada orang lain. Jika hal ini banyak dilakukan, insya Allah ke”aku”an kita akan terpuaskan, cukup dengan melihat kepentingan orang lain terpuaskan oleh kita. Dan bukankan kepuasan yang hakiki adalah Ridho Nya?

Senin, 09 Juni 2008

Zakat Memang Membahagiakan

Maha benar Allah, dengan segala firmanNya.
Kalimat itu sering kita ucapkan setelah membaca Al Qur’an. Begitu saja kita yakini, tanpa pernah kita pikirkan lebih lanjut, apalagi berusaha membuktikannya secara empiris. Isi Al Qur’an adalah semacam key words untuk masuk ke gudang ilmu yang tersimpan di baliknya. Setiap ayatnya mengandung rahasia ilmu yang harus dikuak lebih dalam, tidak sekedar untuk membuktikan kebenarannya, tetapi juga untuk mengetahui hikmah dan mengapa firman Allah menetapkan demikian.


Zakat itu membahagiakan, merupakan janji Allah yang disebutkan dalam QS At Taubah ayat 103. Ayat ini telah diyakini dan dirasakan kebenarannya oleh jutaan orang yang setelah mengeluarkan zakat hidupnya lebih tenteram. Baru-baru ini dilansir hasil penelitian yang membuktikan bahwa beramal (berzakat, infak dan shadaqah) ternyata merupakan jalan utama menunju kebahagiaan.

Adalah Elizabeth W Dunn, seorang profesor dari University of British Columbia, Vancouver yang membuktikannya. Hasil penelitian yang menjadi berita utama Journal Science bulan April ini mengatakan bahwa meskipun harta bertambah, level kebahagiaan justru tidak akan naik. Dunn mengadakan penelitian terhadap 632 orang Amerika dari seluruh negara bagian, yang rata-rata mempunyai gaji USD 20.000-USD 50.000. Para responden tersebut ditanya tentang jumlah pendapatan, bagaimana mereka mengeluarkan uangnya dan kebiasaan mereka beramal Dari responden tersebut diketahui bahwa kebahagiaan tidak ada hubungannya dengan gaji yang mereka peroleh, tetapi mereka justru merasa bahagia saat uangnya mereka gunakan untuk beramal. Untuk lebih mencari tahu hubungan antara kebahagiaan dan beramal, Dunn melakukan penelitian lebih dalam pada 16 responden warga Boston yang menerima bonus bulanan. Ternyata hasil penelitiannya menguatkan hasil penelitian sebelumnya. ”Ada perbedaan besar antara orang yang menghabiskan bonus untuk kesenangan sendiri dengan orang yang menggunakan sebagian bonus tersebut untuk beramal,” kata Dunn. Masih belum puas, Dunn sekali lagi menguji teorinya tersebut kepada seluruh mahasiswa University of British Columbia yang mengikuti kelasnya. Mereka diberi amplop berisi uang dimana sebagian mahasiswa diminta untuk menghabiskan uang tersebut sendiri dan sebagian lainnya diinstruksikan untuk beramal. Seperti yang sudah diduga, mahasiswa yang menggunakan uangnya untuk beramal justru lebih terlihat bahagia ketimbang yang menghabiskan uangnya untuk kepentingan diri sendiri. Dunn mendapatkan gelar doktornya atas penelitiannya bahwa orang-orang yang ramah dan menawan akan mendapatkan hidup yang lebih baik dan nyaman. Akhirnya Dunn menyimpulkan bahwa materi bukanlah ukuran kebahagiaan.

"Jadi jika ingin mencerahkan hari Anda, cobalah menggunakan sebagian uang anda untuk beramal, dan lakukanlah dengan senyuman,” kata Dunn.

Law Of Attraction dan Kebangkitan Indonesia

"Kita hari ini adalah hasil dari pikiran, perasaan dan persepsi kita masa lalu"
itulah salah satu pesan hukum ketertarikan (Law of Attraction) yang sedang naik daun.

Hukum yang dipopulerkan kembali lewat buku the Secret oleh Rhonda Byrne itu, pada intinya mengingatkan bahwa alam semesta menjadi semacam cermin yang memantulkan apapun getaran pikiran dan perasaan yang kita kirimkan ke alam semesta. Jika pikiran dan perasaan kita berkelimpahan, maka getaran berkelimpahan akan ditangkap oleh alam semesta dan dikembalikan kepada si pengirim dalam bentuk kelimpahan juga. Bagi sebagian orang hukum ketertarikan memang dikhawatirkan nyerempet ke kufur karena seolah-olah diri sendiri dan alam semesta yang menentukan nasib, bukan Allah. Bagi saya yang awam, law of attraction sebagaimana hukum gravitasi adalah sunnatullah, artinya hukum Allah yang berlaku untuk alam semesta sebagaimana Allah memberikan hukum-hukum kepada manusia seperti yang tercantum dalam Al Qur’an dan sunnah nabi. Dan karena ketaatan alam kepada Allahlah, maka alam semesta seolah-olah yang berperan dalam berlakunya hukum ketertarikan.


Hal yang sama dapat dianalogkan untuk bangsa Indonesia. Maksudnya, bangsa Indonesia saat ini adalah kumpulan dari pikiran, perasaan dan persepsi dari 200 juta penduduknya masa lalu. Benarkah? Selama ini bangsa Indonesia mengidap perasaan minder, bodoh, malas dan sifat-sifat negatif lainnya. Sifat negatif itu awalnya tidak benar, karena pada saat itu justru Indonesia dikenal sebagai bangsa yang ramah, gotong royong dan berbudaya tinggi. Tapi berkat cap yang disematkan berabad-abad lalu oleh kaum penjajah, akhirnya cap itu menjadi afirmasi yang efektif yang mengubah budaya asli bangsa Indonesia, sehingga jadilah sebagian besar kita merasa minder, bodoh dan memang sudah nasibnya untuk selalu kalah. Parahnya lagi, perasaan negatif itu diwariskan turun temurun sampai sekarang. Memang ada sebagian orang yang berhasil mendobrak stigma tersebut dan berhasil menjadi pemenang dalam kehidupan. Tetapi mayoritas, 60 juta jiwa yang sekarang tergolong kategori miskin (menurut data BPS) masih terjebak pada pikiran, perasaan dan persepsi negatif itu.

Kemiskinan membuat masyarakat tidak mampu membeli kebutuhan pokoknya. Juga, tidak mampu membayar sekolah, ongkos berobat, bertempat tinggal layak dan sebagainya. Perasaan tidak mampu, selalu kekurangan, tak berdaya, bernasib malang yang mendera puluhan juta orang telah menghasilkan gelombang energi negatif yang luar biasa besar. Tak heran jika masyarakat menjadi mudah marah, cepat tersinggung, dan kekerasan begitu mudah meletup. Tak hanya itu. Kebijakan-kebijakan yang tak berpihak pada mereka membuat perasaan diperlakukan tidak adil, dikecewakan semakin menambah negatif pikiran dan perasaan mereka. Kalau difoto aura, jangan-jangan bumi Indonesia terlihat merah membara. Ironisnya, gelombang energi negatif itu justru menarik kekurangan, kelemahan, kemalangan lebih banyak lagi. Bagai lingkaran tak berujung, siklus itu berputar terus bertahun-tahun. Membuat Indonesia terpuruk semakin dalam, dan semakin dalam........ (wah perasaan saya jadi sangat negatif saat menulis kalimat ini)

Kenaikan BBM membuat kondisi yang sudah negatif ini menjadi negatif kuadrat. Beratnya beban hidup akibat kenaikan harga memang hampir tak tertahankan.Tapi yang lebih parah, kenaikan BBM tersebut membuat perasaan tersakiti, diabaikan, kehilangan kepercayaan, pesimis, frustasi yang membuat lingkaran kemiskinan dan kesusahan berputar semakin cepat ke bawah.

Bisakah mengubahnya? Dengan logika yang sama, membangkitkan Indonesia adalah dengan menciptakan perasaan bahagia, berkecukupan, dihargai, disayangi, dibela, dilindungi, optimis dan perasaan positif lainnya. Juga dengan menghapus persepsi lama tentang sifat-sifat negatif masyarakat yang selama ini tertanam. Sebaliknya terus tumbuhkan pikiran dan persepsi bahwa penduduk Indonesia pintar, rajin, jujur, toleransi dan sebagainya. Membangkitkan pikiran dan perasaan positif berarti mendorong gelombang energi positif di alam semesta untuk menarik kesejahteraan, kedamaian dan kemakmuran bangsa.

Jadi, bagi penentu kebijakan negeri ini, hati-hati dengan keputusan anda. Pertimbangkan perasaan dan pikiran mayoritas masyarakat. Kebijakan anda menentukan gelombang apa yang akan digetarkan ke alam semesta. Membuat kebijakan yang berpihak pada masyarakat akan menumbuhkan kebahagiaan yang sangat berarti untuk memutus lingkaran penderitaan dan menggantinya dengan lingkaran kebangkitan. Masyarakat tidak mau tahu pertimbangan apa dibalik sebuah keputusan. Tapi mereka bisa tahu dan merasakan apakah mereka pemilik negeri ini yang sesungguhnya dibela atau diabaikan.

Bahayanya lagi, perasaan diabaikan itu juga melahirkan persepsi bahwa para pejabat mementingkan dirinya sendiri, korup, tidak adil, sewenang-wenang dan segala stigma negatif lainnya. Bayangkan, ketika lebih dari enam puluh juta rakyat mempunyai persepsi negatif itu, bukankah gelombangnya menjadi semacam perintah kepada alam semesta untuk menjadikan para pemimpin kita berkarakter begitu? Maka terciptalah lingkaran negatif lainnya di seputar pemimpin bangsa.

Dalam hadist Qudsi, Allah mengungkapkan sebuah rahasia: Aku sesuai prasangka hambaKu. Jadi kalau prasangka seluruh rakyatnya mengatakan Indonesia adalah bangsa rajin, cerdas, beradab, tertib, adil dan makmur, bukan hal yang mustahil jika Allah mengabulkannya

Oleh karena itu...
Jika anda sependapat dengan saya, mari tebarkan energi, pikiran, perasaan, persepsi positif di lingkungan keluarga, tempat kerja dan masyarakat sekitar. Para pemimpin, ulama, tokoh masyarakat, media massa, terus gemakan semangat optimis rakyat melalui teladan tindakan positif yang nyata.

Siapkah Anda Berubah Seperti Elang?

Beberapa waktu lalu saya baca email menarik. Tentang elang. Katanya, elang adalah unggas yang umurnya terpanjang di dunia yaitu 70 tahun. Umur sepanjang itu adalah hasil keputusan yang harus diambilnya saat berumur 40 tahun.

Saat memasuki 40 tahun, cakar sang elang mulai menua, paruhnya menjadi panjang dan membengkok hingga hampir menyentuh dadanya. Sayapnya menjadi sangat berat karena bulunya telah tumbuh lebat dan tebal,sehingga sangat menyulitkan waktu terbang. Pada saat itu, elang hanya mempunyai dua pilihan: menunggu kematian, atau menjalani transformasi yang sangat menyakitkan. Untuk melakukan transformasi, elang harus berusaha keras terbang ke atas puncak gunung dan membuat sarang ditepi jurang, serta tinggal di sana selama 150 hari.

Kemudian, elang harus mematukkan paruhnya pada batu karang sampai paruh tersebut terlepas dari mulutnya, dan berdiam beberapa lama menunggu tumbuhnya paruh baru. Dengan paruh yang baru tumbuh itu, ia harus mencabut satu persatu cakar-cakarnya dan ketika cakar yang baru sudah tumbuh, ia akan mencabut bulu badannya satu demi satu. Suatu proses yang panjang dan menyakitkan. Lima bulan kemudian, saat bulu-bulu elang yang baru sudah tumbuh, dia barulah bisa terbang kembali. Dengan paruh dan cakar baru, elang tersebut mulai menjalani 30 tahun kehidupan barunya dengan penuh energi!

Dalam kehidupan ini, kadang kita juga harus melakukan suatu keputusan yang sangat berat untuk memulai sesuatu proses pembaharuan. Kita harus berani dan mau membuang semua kebiasaan lama yang mengikat, meskipun kebiasaan lama itu adalah sesuatu yang menyenangkan dan melenakan.Kita harus rela untuk meninggalkan perilaku lama agar dapat mulai terbang lagimenggapai tujuan yang lebih baik di masa depan. Hanya bila bersedia melepaskan beban lama, membuka diri untuk belajar hal-hal baru, kita akan punya kesempatan untuk mengembangkan kemampuan yang terpendam, mengasah keahlian baru dan menatap masa depan dengan penuh keyakinan.

Halangan terbesar untuk berubah terletak di dalam diri sendiri dan anda lah sang penguasa atas diri anda. Jangan biarkan masa lalu menumpulkan asa dan melayukan semangat kita.
Karena, perubahan adalah keniscayaan. Jadi, berubahlah seperti elang! :)

Minggu, 08 Juni 2008

Luck Factor Warisan

Ketika melihat jalan hidup kakak-kakak dan adik-adik saya, barulah saya tersadar. Kehidupan mereka juga begitu baiknya. Berkecukupan dengan anak-anak cerdas yang menyenangkan, itulah potret bahagia keluarga mereka. Padahal usaha mereka berbeda-beda. Berarti, ada satu faktor penentu yang menjadi benang merah keberuntungan keluarga kami. Dialah, Bapak dan Ibu kami.

Bapak kami, pegawai kantor departemen agama kabupaten, yang kemudian menjadi wakil rakyat di propinsi, telah mendedikasikan dirinya, waktu dan pikirannya untuk orang lain. Bapak dan Ibu kami selalu sibuk mengurus orang. Rumah kami tak pernah sepi dari orang. Orang-orang (sebagian besar orang-orang desa yang harus menumpang truk karena lokasinya tak dijangkau angkutan) datang mengadukan segala permasalahannya. Ada yang ingin menitipkan anak untuk sekolah di kota kami. Ada yang perlu bibit dan pupuk untuk menanam padi, butuh uang untuk melahirkan. Sebagian lain ingin membangun musholla atau madrasah di dukuhnya yang terpencil. Banyak juga yang meminjam untuk modal usaha, dan seperti saya juga (rupanya menurun ciri open mind nya menurun ke saya) Bapak sering tertipu. Meski beberapa kali menjadi korban, Bapak tetap tidak mengubah kebiasaannya.

Tamu datang silih berganti dan anak-anak yang tinggal di rumah semakin banyak. Bagi Bapak, adalah sebuah pantangan menolak permintaan mereka. Dan sudah kewajiban kami menjamu para tamu, meski dengan sederhana. Ibu selalu masak berlebih sebagai cadangan kalau ada tamu. Tanpa pernah lelah, Ibu melayani semuanya di sela waktunya mengurus toko kecil di pasar, sawah, rumah yatim, masjid, sekolah dan beberapa urusan Bapak lainnya. Hampir tak terbayangkan. Betapa beratnya Ibu mengelola penghasilan Bapak dan hasil toko yang tak seberapa itu dapat membiayai 9 anak, beberapa anak lain dan seluruh kebutuhan tersebut.
Subhanallah, rasanya kami tidak pernah kekurangan. Sekarang pun, saat Bapak sudah wafat, kebiasaan itu masih dilanjutkan. Rezeki Allah pun terus mengalir ke Ibu saya untuk diteruskan ke anakanak yatim, masjid dan urusan-urusan lain yang diinisiasi Bapak.

Saya jadi berpikir, bahwa keberuntungan saya sesungguhnya bukan hasil usaha sendiri. Apalagi selama ini saya tidak pernah merencanakan jalan hidup saya, semuanya mengalir begitu saja. Untung berkat keberuntungan hidup saya mengalir ke arah yang baik. Saya hanya mendapatkan capital gain dari investasi Bapak dan Ibu. Kepedulian, kedermawanan dan ke rja keras merekalah yang dicatat Allah untuk menggerakkan keberuntungan bagi kami, anak-anaknya. Waduh, rasanya semakin besar hutang saya kepada Bapak dan Ibu.....entah kapan saya sanggup melunasinya.

Sekali lagi, terbukti bahwa berbagi (zakat dan infak sedekah) adalah jurus andalan mencapai kebahagiaan. Tak hanya mensucikan harta dan jiwa, menambah berkah, mengembangkan harta tapi juga menumbuhkan faktor keberuntungan. Ajaibnya tak hanya faktor keberuntungan untuk si pelaku, tapi justru dapat diwariskan. Coba, adakah kiat yang lebih hebat dari ZIS ? Jadi, jika ingin meningkatkan ”luck factor” anak anda, tunaikan zakat, perbanyak infak sedekah. Mudah bukan?

Kamis, 22 Mei 2008

ZAKAT VS PAJAK

Pepatah mengatakan ada dua hal yang pasti di dunia ini yaitu :
kematian dan pajak.

Pepatah ini mungkin berlebihan. Tapi coba lihat kenyataannya. pajak menghadang di seluruh gerak langkah kita. Beli barang ada pajaknya, makan di warung kena pajak, rumah ada pajaknya, upah hasil kita memeras keringat pun harus dipajaki. Wajar jika sebagian besar kita gerah terhadap pajak. Apalagi ketika penggunaan hasil pajaknya tak kita rasakan manfaatnya.


Tujuan pajak antara lain untuk penyediaan fasilitas umum dan kesejahteraan masyarakat. Ironisnya, besarnya pungutan pajak, ternyata tak berpengaruh apapun terhadap kehidupan masyarakat. Penerimaan pajak dari tahun ke tahun terus menunjukkan peningkatan. Namun, ironisnya kondisi jalan, transportasi dan fasilitas umum tetap rusak terbengkalai, fakir miskin pun bukannya semakin berkurang bahkan semakin bertambah. Dengan kondisi demikian, wajar apabila kesadaran pajak masyarakat Indoensia sangat rendah. Indikasinya adalah tax ratio yang hanya 13,6% dari PDB, dibawah rata-rata tax ratio negara-negara Eropa dan Amerika yaitu 33%. Karena pajak merupakan sumber utama penerimaan negara (78% APBN berasal dari pajak) tak heran jika pemerintah terus-menerus melakukan usaha memperbesar perolehan pajak. Meskipun terus meningkat, usaha tersebut belum sepenuhnya berhasil. Majalah Berita Pajak edisi April 2003 menunjukkan baru 2,3 juta penduduk dari 210 juta potensi yang terdaftar sebagai obyek pajak.


Banyak penyebab mengapa masyarakat ”alergi” pajak. Selain karena alasan di atas, sebagian umat Islam enggan membayar pajak karena adanya kewajiban ganda: zakat dan pajak. Di Indonesia, seorang muzaki (wajib zakat) adalah juga wajib pajak. Atas dasar ini tentu saja umat Islam lebih rela membayar zakat dari pada pajak. Meskipun zakat itu masih ditunaikan secara tradisional, dibayarkan langsung kepada penerima, sehingga dampak pemberdayaannya juga belum terasa.


Islam mengakui bahwa pajak merupakan kewajiban setiap warga negara. Sebagai warga negara, seorang muslim wajib taat kepada pemerintah (ulil amri). Hanya memang perlu dikaji apakah pajak yang diterapkan sekarang telah sesuai dengan ketentuan pajak secara syariah. Abu Yusuf (798M) dalam kitab Al Kharaj mengusulkan pajak atas tanah pertanian diganti dengan zakat pertanian, sehingga perhitungannya tidak berdasarkan harga tanahnya tetapi dikaitkan dengan jumlah hasil panennya. Pajak perniagaan digantikan dengan sistem zakat perniagaan.
Dualisme kewajiban pajak dan zakat tersebut telah dikompromikan dengan Undang-undang nomor 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat dan Undang-undang nomor 17 tahun 2000 tentang pajak penghasilan, dengan mengakui zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak. Sayangnya, karena zakat hanya diakui sebagai biaya, maka dampak bagi kewajiban pajak masih relatif kecil. Sehingga regulasi tersebut belum cukup efektif untuk meningkatkan pajak maupun zakat. Lain halnya jika pembayaran zakat mengurangi kewajiban pajak, hilangnya kewajiban ganda itu tentu sangat melegakan umat Islam.


Oleh karena itu, akhir-akhir ini berkembang aspirasi untuk mengamandemen UU No. 38/ 1999 dan revisi UU No. 17 tahun 2000 yang sedang dalam pembahasan. Berbagai usulan telah disampaikan agar pembayaran zakat mengurangi kewajiban pajak (tax deductable). Keinginan tersebut sama sekali bukan tanpa dasar. Di negara-negara Amerika dan Eropa, donasi yang dikeluarkan perseorangan atau perusahaan diterima pemerintah sebagai bagian pembayaran pajak. Di Malaysia pun zakat yang dibayarkan telah diakui sebagai pengurang pajak. Dengan insentif itu, para muzaki akan berlomba-lomba membayarkan zakatnya kepada lembaga (Amil), dan dari database tersebut upaya ekstensifikasi wajib pajak akan dapat dilakukan dengan mudah. Upaya ini disertai dengan sosialisasi tentang wajibnya menunaikan pajak oleh umat Islam, akan mendorong peningkatan realisasi zakat dan pajak.


Ada kekhawatiran pada sebagian kalangan, bahwa apabila zakat mengurangi pajak, maka perolehan pajak akan berkurang. Kekhawatiran tersebut tidaklah beralasan. Penerimaan zakat tidak akan banyak mengurangi penerimaan pajak khususnya PPh Pasal 21 karena perbedaan tarif pajak yang 30% dengan tarif zakat yang relatif sangat rendah yaitu 2.5% dari penghasilan. Selain itu, berdasarkan perhitungan perkiraan setoran penerimaan pajak penghasilan karyawan (PPh Pasal 21) nasional sebesar Rp. 25 triliun (dari perkiraan total penghasilan karyawan nasional sebesar Rp. 125 triliun - tarif efektif 20%) maka perkiraan setoran zakat (2.5% dari Rp. 125 triliun) hanya Rp. 3.2 trilun. Fakta empiris membantah kekhawatiran tersebut. Prof Didin Hafidhuddin menunjukkan data penerimaan zakat dan pajak di Malaysia selama tahun 2001-2006, terlihat bahwa peningkatan zakat ternyata seiring dengan peningkatan pajak. Artinya saat zakat mengurangi pajak, maka penerimaan zakat dan pajak justru meningkat.
Beranikah kita mencontohnya?

Menghormati Hak

Pada suatu ketika, Rasulullah saw tidak dapat memejamkan matanya sepanjang malam. Beliau selalu mengubah-ubah posisi tidurnya, namun teetap tidak dapat terlelap. Sehingga istri beliau pun bertanya, ”Wahai Rasulullah, apa yang menyebabkan engkau tidak dapat tidur?” Beliau menjawab, ”tadi ada sebutir kurma yang diletakkan di suatu tempat. Karena takut terbuang begitu saja, maka saya telah mengambil dan memakannya. Sekarang setelah saya telah berpikir, saya menyesal dan khawatir, jangan-jangan kurma yang dikirimkan kepadaku itu adalah kurma untuk disedekahkan kepada fakir miskin.”


Umar bin Khattab pernah menerima kesturi dari Bahrain, beliau meminta kesturi itu ditimbang dan dan dibagi-bagikan kepada masyarakat. Istrinya menawarkan diri untuk membantu menimbangnya. Mendengar kata-kata istrinya, Umar pun terdiam. Beberapa saat kemudian, beliau mennawarkan lagi kepada seseorang untuk menimbangnya. Sekali lagi istrinya menawarkan diri. Umar pun tetap terdiam. Ketika untuk ketiga kalinya istrinya menawarkan bantuan, Umar pun berkata, ”Aku tidak suka kamu meletakkan kesturi itu di tanganmu untuk menimbangnya, lalu kamu menyapu-nyapukan tanganmu yang berbau kesturi itu ke badanmu, karena dengan demikian berarti aku mendapat lebih dari hakku yang halal.


Subhanallah, betapa berhati-hatinya Rasulullah dan Umar terhadap apa-apa yang dianggapnya bukan menjadi haknya. Bagaimana dengan kita? Jangankan menjaga diri, mengambil hak orang pun telah menjadi praktek yang lazim. Kasus sengketa tanah misalnya, selain karena kebijakan dan peraturan perundangan keagrariaan serta penegakan hukum yang lemah, biasanya berawal dari pelanggaran hak. Tak hanya pejabat, norma masyarakat pun telah begitu longgar terhadap hak orang lain. Betapa mudahnya kita mengambil hak orang. Contoh sederhana, di kompleks perumahan, seakan wajar jika memajukan pagar halaman setengah meter mengambil jalan umum. Belum lagi korupsi, yang jelas-jelas mengambil bukan hanya satu tapi bisa ribuan atau jutaan hak orang.


Pelanggaran hak, bisa jadi merupakan salah satu penyebab krisis bangsa Indonesia. Karena itu, memperbaiki Indonesia, bisa berawal dari meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menghormati hak orang lain. Salah satu cara sederhana, dengan implementasi zakat. Zakat diciptakan sebagai sistem untuk membersihkan harta, agar tidak tercampur dengan hak orang lain. Berzakat, berarti melatih seseorang untuk menghormati haknya dan hak orang lain. Dengan praktek zakat yang benar, diharapkan dorongan nafsu untuk mendapat lebih dari sekedar haknya mulai terkikis.


Sedekah berarti telah memberikan haknya kepada orang lain. Semakin banyak sedekah akan menghasilkan kehati-hatian seseorang akan hak orang lain. Bahkan menumbuhkan keinginannya untuk mengalahkan haknya demi hak masyarakat yang lebih besar. Sangat sederhana memang, tapi percayakah anda bahwa hasilnya akan luar biasa?

Rabu, 21 Mei 2008

Ibu Emmy di Mata Para Karyawan BAZNAS :)

IBU EMMY...

iqbal : setenang air yang mengalir, sesejuk embun yang menetes, selembut tangan kasih ibu, berdiri layaknya serumpun bambu, bergerak layak sang ratu alam. ttd Achmad Iqbal (maaf terlalu puitis, artikan sj sendiri :-)

ge jamil : Mrs Emmy Hamidiyah adalah sosok pemimpin yang humble, rendah hati, seperti padi yang bernas, semakin "berisi" semakin merunduk. Saya mendapat banyak info tentang sosok perempuan sebagai pemimpin, tapi di Mrs Emmy Hamidiyah, kekurangan-kekurangan perempuan sebagai pemimpin itu tertutup, nyaris tak diperhitungkan, oleh kelebihan-kelebihannya. Sosok Mrs Emmy Hamidiyah menurut saya sosok yang cenderung ideal sebagai perempuan. Entah itu perempuan dalam kapasitasnya sebagai Anak, sebagai Individu, sebagai Isteri, Ibu, pemimpin organisasi, perusahaan, bahkan ideal sebagai anggota masyarakat bagi lingkungannya. Mrs Emmy Hamidiyah saya temukan juga tidak pernah mau terlena pada "comfort zone" diposisinya dimana saja. Meski ia bisa saja memilih itu. Mrs Emmy adalah individu yang terus bergerak

end: bu emmy : my mom, my best friend, my inspirator, my great boss.. we love u.. see u at the peak.. ** i'll prove it **

poprixa : Bu Emmy itu ibarat bahasa adalah bahasa yang cerdas, hanya orang-orang cerdas yang bisa mengerti marahnya, sedihnya,keinginannya (mksdnya Ria ga bakalan ngarti dah... hehehe...). Di balik kelembutannya ada kekuatan bernegosiasi, (bu emmy adalah otaknya baznas, kaya strategi). Paduan dari Miss Universe dan Pemenang nobel perdamaian...laen2nya baek, jujur, saking baeknya kita jadi takut ngomong , bukan ape2 takut nyakitin hatinye or dipikirin siang malem. Padahal sih ga gitu... Bu emmy suka kok disakitin ( lho apa coba...) becanda.....

Intinya sih, she's a great mom for all children (especially BAZNAS child..)!

*dari the blog owner = terimakasih :)

Kamis, 08 Mei 2008

Assalamualaikum Ibu Emmy....

Assalamualaikum Wr.Wb

Semoga Ibu dan keluarga selalu dirahmati oleh Allah SWT..

Sebelumnya saya (atau kami ya?) mau mengucapkan selamat ulang tahun buat Ibu, semoga ibu diberi keberkahan atas umurnya dan senantiasa diberi kebaikan dan kebahagiaan oleh Allah SWT.

Maaf sekali baru bisa membuatkan blog untuk ibu hari ini, semoga blog yang saya rasa sederhana ini bisa memberikan manfaat yang luar biasa untuk kita semua. Semoga hobi ibu menulis bisa benar-benar tersalurkan dan dapat dishare untuk teman-teman sekalian..

Mohom maaf kalau terdapat kekurangan-kekurangan yang ada di blog ini, kalau memang ada perlu perbaikan, jangan sungkan-sungkan buat minta tolong diperbaiki... saya akan senang sekali kok bisa dimintai tolong (lebih tepatnya mungkin mempersulit lagi).hehehe..

ok. have fun ya bu..
wassalamualaikum wr. wb.
-adji dan ria-