”Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertaqwa. Yaitu orang yang berinfak di waktu lapang maupun sempit dan orang-orang menahan marahnya dan orang-orang yang memaafkan orang lain. Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan ”(QS Ali Imran 133-134).
Taqwa ditafsirkan dengan banyak aspek salah satunya adalah sukses. Agar menjadi orang-orang yang sukses, Allah menunjukkan kiat-kiatnya. Pertama, berinfak di waktu lapang dan sempit. Rasulullah menginfakkan seluruh miliknya, mulai harta kekayaannya yang berlimpah saat belum menjadi Rasulullah sampai beberapa biji kurma saat beliau menjadi Rasul dan memilih hidup seadanya. Khulafaurrasyidin dan para sahabatnya juga sangat pemurah. Begitu juga para tabiin dan ulama-ulama terkemuka setelahnya. Tak heran jika njejak kesuksesan mereka terekam sampai sekarang.
Saat ini gelombang berinfak juga menjadi gaya hidup kaum sukses dan orang-orang terkaya dunia. Orang-orang multi triliunan itu sejak lama percaya dan mengamalkan rahasia berinfak. Mereka membuktikan setiap dollar yang disumbangkan untuk kemanusiaan akhirnya kembali ke mereka ratusan atau ribuan kali .
Mengapa harus berinfak di saat lapang dan sempit? Karena memberi bukan soal harta.
Memberi adalah masalah hati: perasaan berkecukupan, berkelebihan dan membagikan perasaan berkelebihan itu. Bagi yang berhati kaya memberi sangatlah mudah dilakukan, meskipun dirinya masih sangat memerlukan harta. Sebaliknya bagi yang bermental miskin, kekayaan sebesar apapun hanya akan membuatnya merasa semakin miskin. Dan jika orang-orang kaya tingkat dunia percaya dan membuktikan bahwa ”memberi” merupakan cara investasi yang tidak pernah rugi, maka bagi yang modalnya terbatas silahkan berinvestasi dengan cara ini.
Syarat sukses yang kedua adalah, mengendalikan marah. Mengendalikan marah menunjukkan kualitas kecerdasan emosional yang dipercaya menentukan kesuksesan seseeorang. 1500 tahun sebelum Daniel Goleman (1995) menetapkan bahwa kesuksesan 80% ditentukan oleh EQ, di Al Qur’an sudah tertulis banyak ayat yang menjelaskan keutamaan mengendalikan marah. Rasulullah juga telah mengajarkan dan mencontohkannya pentingnya kecerdasan emosional. Rasulullah merasa tidak perlu marah ketika seorang Yahudi tua meludahinya, karena tahu dakwah secara lembut lebih efektif bagi Yahudi tua itu. Mengapa mengendalikan marah bisa menyebabkan kesuksesan? Karena kemarahan bisa menghancurkan hubungan yang terbina selama bertahun-tahun. Kemarahan sering membuat seseorang tidak berpikir dan bertindak benar, sehingga menghancurkan jalan sukses yang sekian lama dibangun.
Ketiga, memaafkan orang lain. Menyimpan rasa sakit di hati adalah sumber penyakit dan kegagalan hidup. Ibarat memasang rem tangan, mobil tidak bisa bergerak meskipun gas ditekan sekuat mungkin. Trauma dan sakit hati menghambat seseorang untuk hidup sukses dan bahagia. Berbagai riset menyimpulkan bahwa memaafkan terbukti secara klinis meningkatkan kesehatan emosi dan fisik penderitanya. Memaafkan adalah tindakan seseorang yang menolak untuk menjadi korban dari rasa dendam dan bencinya. Bagi banyak orang memaafkan dianggap menguntungkan orang lain. Padahal, memaafkan itu justru menyelamatkan diri sendiri dan tidak membiarkan luka yang dibuat orang lain terus menerus melukai hati. Membenci dan mendendam tidak akan mengarahkan kepada sukses, karena seluruh pikiran dan emosinya bukannya digunakan untuk fokus pada perbaikan hidup, justru dijajah oleh rasa sakit hati. Orang yang tidak bisa memaafkan dan tetap dendam ibarat meminum racun tetapi menyuruh orang lain (orang yang membuatnya dendam) mati. Sungguh ironis bukan?
Keempat, selalu melakukan kebaikan. Kebaikan mengundang kebaikan (QS Ar Rahman : 60). Ketika Allah menyenangi orang-orang yang berbuat baik, maka seisi alam raya pun termasuk manusia akan menyenanginya. Sehingga seisi alam rayapun – atas kehendak Allah- berkonspirasi untuk mewujudkan kesuksesan baginya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar