Selasa, 05 Agustus 2008

Kisah Wortel, Telur dan Kopi.

Hampir setiap hari saya mendengar keluhan, baik secara langsung, lewat telepon, sms atau juga surat dan proposal. Kelaparan, terusir dari kontrakan, tunggakan uang sekolah, bayi yang disandera RS, jeratan hutang, belitan penyakit dan beragam masalah sosial yang diajukan untuk sekedar mendapatkan penyaluran ZIS yang tidak seberapa. Kepedihan dan kesulitan hidup yang dialami sebagian saudara-saudara kita itu mau tidak mau telah mempengaruhi saya. Efek positifnya, membuat saya tak henti-hentinya mengucap rasa syukur karena tidak mengalami kepahitan semacam itu (meskipun saya juga merasa berdosa kok merasa bersyukur di tengah penderitaan orang). Efek negatifnya lebih banyak : selain menyedot emosi, menimbulkan kekhawatiran -jangan-jangan suatu saat saya juga mengalami- , menimbulkan perasaan tak berdaya karena tidak bisa mengatasi masalah mereka, dan yang paling parah adalah rasa pesimis -kapan penderitaan bangsa ini akan berakhir?. Dana ZIS yang terbatas memang sedikit membantu, tapi sangat tak memadai untuk menghilangkan kesulitan mereka. Setidaknya saat ini, sebelum setiap orang di seluruh peelosok negeri ini mau berzakat (bagi yang wajib) dan berinfak. Termasuk pemerintah yang mau berinfak dengan kebijakan dan peraturan perundangannya untuk berpihak pada masyarakat banyak. Jadi yang lebih banyak kami berikan adalah nasehat kesabaran, ketabahan dan motivasi untuk hidup lebih baik serta rahasia sukses tokoh-tokoh dunia. Salah satu motivasi saya dapatkan dari buku Emotional Quality Management (EQM) tulisan Anthony Dio Martin sbb :

"Alkisah ada seorang anak yang hampir putus asa menghadapi kesulitan hidupnya. Hidup terasa sangat keras dan kejam. Kerja kerasnya tiap hari tak mampu melepaskan dirinya dari beratnya beban hidup yang ditanggungnya. Kelaparan, kedinginan, hinaan, sindiran dan berbagai kesulitan lain membuatnya gelap mata. Dalam kondisi yang hampir tak tertahankan, si anak mengadu kepada ayahnya. Sang ayah, yang kebetulan seorang koki, mengajak si anak ke dapur dan menyiapkan tiga tungku dan tiga panci untuk merebus air. Setelah air mendidih, ke dalam panci pertama, sang ayah memasukkan wortel, telur di panci kedua dan kopi di panci ketiga. Berikutnya mereka duduk dan mengamati proses perebusan tersebut. Si anak mulai tidak sabar. Setengah jam kemudian, sang ayah mematikan tungku dan meminta anaknya mengambil dan memasukkan wortel, telur dan kopi ke dalam mangkuk. ”Nak, apa yang kamu lihat?’ Tanya sang ayah. ”Wortel, telur dan kopi,” jawab anaknya. Dengan tersenyum sang ayah meminta anaknya memegang ketiga benda tersebut. Mula-mula wortel, yang kini telah menjadi lembut. Lalu telur, yang justru menjadi keras. Dan kopi, yang telah bercampur dengan air. Setelah melakukan apa yang diminta ayahnya, sang anak bertanya, ”apa artinya semua ini, Yah? Ayahnya menjelaskan bahwa ketiga benda tersebut merasakan kesulitan yang sama : air mendidih. Tapi hasilnya sungguh sangat berbeda. Wortel yang awalnya keras, setelah direbus menjadi lembek dan lunak. Sebaliknya telur, yang semula cair justru berubah menjadi keras. Dan kopi sangatlah istimewa. Alih-alih berubah, kopi justru mewarnai dan mengubah air mendidih menjadi seperti dirinya."

Kesulitan bisa setiap saat datang. Tapi bagaimana kita menghadapi atau akan menjadi apa kita setelah diterjang kesulitan itu, sepenuhnya tergantung kita. Seorang wortel akan patah semangat dan hancur menerima kesukaran dan tantangan. Seorang telur justru menjadi lebih berdaya setelah diterpa kesulitan dan rintangan. Dan kopi, mengubah tantangannya menjadi peluang keberhasilan.

Silahkan memilih, apakah kita mau jadi wortel, telur rebus atau kopi?

Tidak ada komentar: