"Allahu Akbar Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahilham.”
Gema takbir sahut menyahut menyambut hari kemenangan. Seluruh umat Islam bersyukur kepada Allah karena telah melewati ibadah puasa selama bulan suci Ramadhan. Kemeriahan menyambut kemenangan itu terasa di seluruh sudut negeri. Semua bergembira menyambut datangnya Idul Fitri yang diidentikkan dengan hari kemenangan.
Di balik seluruh keriuhan itu, sebersit pertanyaan terucap. Benarkah kita telah mencapai kemenangan? Karena menurut Allah, orang yang menang adalah orang yang beriman. Yaitu orang yang khusyu’ dalam sholatnya, yang menjauhkan diri dari perbuatan dan perkataan yang tidak berguna, yang menunaikan zakat, yang menjaga kehormatannya, dan orang yang memelihara amanat, janji dan sholatnya (QS Al Mu’minun : 1-9).
Allah telah menurunkan bulan Ramadhan sebagai madrasah tempat berlatih agar kualitas manusia sesuai dengan harkat penciptaannya. Di Ramadhan, shalat terasa lebih khusyu’, tilawah terasa lebih nikmat, hari-hari pun terasa begitu dekat dengan Allah. Di Ramadhan, kita sadar betapa tidak enaknya lapar dan dahaga, suatu kondisi yang sangat akrab dengan sebagian besar saudara kita. Betapa tak terbayangkan, bagaimana rasanya menahan lapar dan dahaga tanpa tahu kapan bisa berbuka. Di Ramadhan juga, kita sadar bahwa , manusia sesungguhnya mempunyai kekuatan yang luar biasa yaitu Niat. Dengan niat, seseorang sanggup mengendalikan diri. Bayangkan, kita sanggup tidak makan, tidak minum, menahan marah, tidak bergunjing, tidak mencela orang dan lain-lain hanya karena sebuah niat. Nawaitu, sungguh suatu daya penggerak yang luar biasa.
Kini, saat bulan mulia itu sudah berlalu, saatnya membuktikan apakah kita benar-benar seorang pemenang atau justru pecundang ? Dengan kesadaran bahwa kita BISA jika benar-benar BERNIAT, mari berniat untuk menjadi sang pemenang. Niat untuk menjadi hamba yang lebih taat. Niat untuk selalu mengendalikan diri, mengendalikan hawa nafsu. Niat untuk menjadi manusia yang lebih peduli dan bermanfaat bagi sesama. Sehingga di bulan Syawal ini kita layak menyatakan bahwa kita telah kembali ke fitrah manusia sebagai hamba Allah, yang suci, yang taat, yang pantas menjadi khalifahNya di muka bumi.
Jika Idul Fitri bagi kita adalah pesta, makan-makan, jalan-jalan berwisata. Namun, bagi Bakri, si anak pemulung, hari kemenangan tetap berarti kerja keras. Bocah berusia enam tahun itu tetap mengumpulkan koran bekas, yang sebelumnya menjadi alas jemaah saat shalat di Lapangan Depok. Koran-koran itu dia jual kepada pedagang barang bekas dengan harga Rp 750 per kilogram. Sudahkah kita kembali ke fitrah, saat batin kita tak terusik dengan kondisi si kecil Bakri?
Selamat Idul Fitri 1429 H, taqaballahu minna wa nimkun, minal aidin wal faizin.
Mohon maaf atas segala kesalahan dan kekhilafan kami. Semoga Allah menerima seluruh amal ibadah kita Ramadhan lalu. Dan jika kita belum lulus, “Ya Allah, jika Ramadhan yang lalu belum membuat kami menjadi lebih baik, ijinkanlah kami untuk melatih diri lagi di Ramadhan tahun depan. “
Tidak ada komentar:
Posting Komentar