26 Januari 2009
Hari pertama di Kairo
Cuaca sebenarnya tidak terlalu dingin sekitar 20o C, tapi airnya sangat dingin. Kalau di luar, angin dinginnya terasa sangat keras menampar-nampar muka. Menurut informasi, suhu Kairo sangatlah ekstrim. Saat musim panas suhu bisa diatas 40o C sebaliknya di musim panas mendekati 0o C. Untunglah griya Jawa Tengah dilengkapi dengan fasilitas pemanas ruangan dan air panas sehingga cuaca di luar tak terasa. Jam 8 pagi kami mengunjungi rekan-rekan BSMI yang menginap di Wisma Nusantara di hayu Rabatul Adawiyah, Kairo. Rencananya pagi ini mereka akan berangkat ke Rafah. Kami ingin berkoordinasi dengan mereka sblm memutuskan jenis bantuan yang akan diberikan kepada rakyat Palestina. Ternyata dr Basuki dan tim dokter sdh berangkat. Pak Djazuli dan tim support juga sdh bersiap-siap berangkat.ke Rafah. Kami tidak sempat berkoordinasi lagi.
Siang, kami mengunjungi dealer tempat pemesanan ambulance BSMI. Kami menjajagi kemungkinan untuk memesan ambulance di dealer yang sama. Ternyata ambulance yang sudah dijanjikan dealer belum siap. Kami bertemu dengan Pak Danang dan tim dari KBRI yang juga memastikan kesiapan ambulance. Karena menurut dealer, ambulance akan siap Selasa jam 1 siang yang langsung akan diantar ke KBRI. KBRI bermaksud menyerahkan empat unit ambulance (sumbangan dari Depkes 1 unit, BSMI 1 unit, sumbangan masyarakat Arab & Mesir) kepada Palang Merah Palestina di Rafah Selasa malam. Pak Amir KBRI menawarkan BAZNAS dan Kispa untuk berangkat bersama tim KBRI bersama konvoi ambulance.
Sore, jam 15 waktu Kairo kami diterima oleh Dubes RI di Mesir, Bp. Fachir didampingi oleh Bp. Burhanudin. Agenda beraudiensi dengan Dubes selain berkoordinasi dan meminta masukan serta pertimbangan tentang jenis bantuan untuk rakyat Palestina dan seluk-beluk izin masuknya, juga tentang rencana sosialisasi zakat di lingkungan masyarakat Indonesia di Kairo. Pak Dubes menjelaskan bahwa izin masuk perbatasan tidak hanya ditentukan kedubes Mesir tapi juga oleh Israel. KBRI sudah memaksimalkan upaya agar Tim Kemanusiaan Indonesia bisa mendapatkan izin. Namun banyak faktor di luar kontrol Kedubes. Kedubes Mesir pun sudah cukup membantu. Beliau mewanti-wanti agar kami bersabar jika izin belum diberikan. Saya pribadi tidak terlalu memaksakan diri apalagi memaksa KBRI untuk mengupayakan kami masuk ke Gaza. Ketika semua persyaratan sudah dilengkapi, saya tinggal bertawakal. Jika diizinkan masuk alhamdulillah, tidak pun alhamdulillah karena mungkin itu yang terbaik bagi kami semua. Saya tidak ingin mengurangi keikhlasan niat dengan ambisi pribadi.
Jam 5 sore pertemuan berakhir dan kami baru sadar bahwa kami belum makan siang. Pak Hamdani staf KBRI mengajak makan di restoran Yaman tak jauh dari KBRI. Tapi jalanan Kairo sangat macet dan semrawut sehingga maghrib masih di jalan. Saat
Kami pun sholat maghrib di masjid Sekolah Indonesia Kairo (SIK), berjama’ah dengan pelajar & mahasiswa Indonesia di Kairo. Tim Kispa yang menggunakan kendaraan lain bahkan kesasar dan baru sampai di SIK jam 8 kami baru sampai di restoran Yaman. Nasi kebuli dengan potongan besar paha kambing & kalkun memuaskan perut yang keroncongan sejak pagi. Saat bapak-bapak asyik menggerogoti tulang-tulang kambing & kalkun, ada telepon dari Pak Danang yang menyatakan ambulance sudah siap, dan jika ingin berangkat bareng, kami ditunggu di KBRI paling lambat jam 11 malam.
Kepanikan pun timbul, karena kami harus kembali ke griya Jateng Asy Shir, mengepak pakaian & kembali ke KBRI yang arahnya berlawanan. Jalan Ramses yang macet luar biasa membuat kami hampir terlambat sampai di KBRI. Satu hal yang berkesan dari Kairo adalah lalulintasnya yang semrawut. Sopir yang ngebut, memotong jalan seenaknya benar-benar memacetkan jalan. Pantas saja sepanjang jalan saya tidak melihat mobil yang mulus, semua mobil punya bekas goresan, tak terkecuali mobil-mobil mewah. Lampu merah hampir tidak ada, satu-satunya ada di depan museum Kairo yang ternyata justru membuat jalanan semakin macet.
Alhamdulillah, jam 11.15 tim KBRI (Pak Danang, Pak Amir & Pak Samsul) dan tim BAZNAS & Kispa beserta 4 ambulance meluncur menuju Rafah. Perjalanan ke Rafah sangat lancar, meski harus berhenti berkali-kali di pos pemeriksaan. Tak kurang 13 pos pemeriksaan sepanjang Ismailia – Rafah. Alhamdulillah karena yang berangkat pejabat KBRI pemeriksaan berlalu tanpa masalah. Dengan kecepatan di atas 150 km per jam jarak 500 km ditempuh dalam waktu 7 jam, termasuk istirahat 2 jam. Saat subuh, kami sholat di masjid Al Aqsa, masjid kecil di pinggir jalan tak jauh dari perbatasan Rafah.
Pak Samsul KBRI menyatakan kalau kami bisa masuk ke Gaza pagi ini berarti saya adalah perempuan Indonesia pertama yang masuk Gaza, selain Umi Saodah, TKW yang sudah terjebak di Gaza, sejak sebelum agresi Israel..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar