Minggu, 01 Februari 2009

5 - Lima hari berbagi Kasih di bumi jihad Gaza : Catatan Perjalanan BAZNAS ke Gaza-Palestina

28 Januari 2009

Hari kedua di Gaza City. Alhamdulillah, meski dingin, cuaca hari ini lebih hangat dibandingkan dengan berita di TV yang katanya dibawah 0o C. Kehadiran tim Indonesia diterima secara formal oleh pemerintah Gaza. Jam 8 pagi wakil Menteri Kesehatan Gaza datang memberikan penyambutan resmi. Beliau menjelaskan kondisi Gaza akibat agresi Israel, antara lain : 1380 orang syuhada, 2000 rumah hancur, puluhan kantor pemerintah dan laboratorium di semua sekolah dimusnahkan. Juga 30 masjid rusak parah. Mereka membutuhkan banyak dana untuk membangun kembali fasilitas yang rusak. Bantuan untuk kesehatan diharapkan diserahkan langsung ke direktur RS Asy Shifa, Dr. Hassan.


Seusai pengarahan saya berjalan berkeliling RS. Di lobi penyakit dalam, saya bertemu seorang ibu yang menunggu Ahmad, 15 tahun, anaknya yang terkena pecahan bom di kepala. Suadatery, ibu yang berasal dari Shobron yang tabah ini tak kehilangan semangat meskipun telah kehilangan tiga anggota keluarganya mjd syahid. Berkali-kali beliau hanya mengucap kalimat tahlil, shalawat kepada Rasulullah dan hasbunallah wa nikmal wakiil.


Di halaman RS didirikan sebuah tenda berisi memorabilia agresi Israel : pecahan bom, mortir, missil dan poster-poster bergambar anak-anak & wanita yang menjadi korban, reruntuhan bangunan dan asap cendawan bom yang membumbung ke angkasa. Tenda tersebut ramai dikunjungi orang. Di taman-taman sekitar RS yang tertata rapi, puluhan pemuda 20 tahunan yang beberapa diantaranya membawa senjata di tangan sibuk berdiskusi sambil sesekali menoleh ke arah mobil yang lewat seakan menunggu seseorang atau mobil yang menjemput mereka. Ketika akhirnya ada sebuah pick up bak terbuka yang datang, mereka langsung melompat ke bak belakangnya dan melaju keluar RS.


Masjid besar di samping RS tak pernah sepi pengunjung. Saya tidak diizinkan masuk, karena tradisi di Gaza tidak ada perempuan yang ke masjid. Sesekali diumumkan nama-nama syuhada hari itu. Kami sempat bertemu imam masjid, seorang pemuda berumur 23 tahun, Kholid, hafidz Qur’an yang penampilannya sangat kasual yaitu berjaket wool dengan jins biru bahkan juga saat mengimami sholat berjamaah. Kholid adalah imam pengganti setelah imam yang sebelumnya, menjadi syuhada pada agresi Desember lalu.


Jam 12.30, ba’da zuhur, kami bersama tim dari negara-negara lain (total 4 bis) diantar pejabat yang berwenang mengunjungi beberapa lokasi yang terkena bom (city tour). Hampir semua bangunan pemerintah hancur juga bangunan perumahan (apartemen2). Menurut informasi, serangan untuk gedung pemerintah & sekolah biasanya dilakukan pada malam hari sehingga tidak ada korban. Tetapi untuk perumahan, ada telepon ke rumah-rumah tertentu yang meminta penghuni keluar dalam 5 menit. Setelah itu dibom. Serangan kadang juga ngawur : ternak, ladang, pohon-pohon tak luput menjadi sasaran, seolah tujuannya hanya ingin menghancurkan atau menunjukkan kekuasaan (show of force). Agresi juga seringkali tidak proporsional puluhan bom & tank diturunkan hanya untuk menghancurkan sebuah bangunan. Astaghfirullah hal adziem.....


Tujuan kunjungan pertama adalah University College Applied Science (UCA), perguruan tinggi khusus teknologi dan science termodern di Gaza. Rombongan disambut dengan seremonial khusus yaitu ceremony of doctor honoring for supporting Palestina aggaints Israili attacts di ruang pertemuan megah yang sebagian atap dan dindingnya bolong tapi telah ditutup dengan plastik. Setelah mendengarkan sambutan dari Rektor dan pejabat universitas serta melihat presentasi sebelum& sesudah UCLA, kami semua diberikan sertifikat Doctor Honouring karena telah mensuport rakyat Palestina, juga syal khas palestina dan gantungan kunci bergambar peta palestina. Kami mengunjungi kelas-kelas yang hancur, yang terutama dijadikan target adalah lab science, lab komputer dan lab animasi. Universitas ini mempunyai satu-satunya lab animasi di Gaza yang membuat games Road to Gaza yang rencananya akan diedarkan di seluruh negara muslim. Juga komik dan film-film animasi untuk menumbuhkan kecintaan anak-anak kepada masjidil Aqsa. Sayangnya baru enam bulan lab tersebut dipakai, dan belum sempat mengedarkan hasil produksinya, lab tersebut telah hancur. Puluhan tank yang ditempatkan di ladang tak jauh dari universitas dan puluhan roket yang ditembakkan dari pesawat selama 6 hari berturut-turut tak hanya merusak UCLA tetapi juga menghancurkan masjid kecil di sebelahnya.


Tapi hebatnya warga Gaza, begitu serangan berakhir, mereka segera berbenah: merapikan puing-puing, pecahan kaca, memasang plastik atau seng di dinding yang berlobang dan segera memulai perkuliahan. Universitas dengan 7.200 mahasiswa dan 350 dosen ini seolah tak terusik jadwal perkuliahannya dan sekarang sedang memasuki masa ujian.


Kunjungan kedua dilakukan ke Islamic University of Gaza, sebuah universitas Islam tebesar di Gaza. Bangunannya sangat megah dalam sebuah kompleks yang luas. Dari sekian banyak bangunan ternyata yang diincar adalah gedung laboratorium yang berlokasi tepat di tengah kompleks kampus. Bangunan 8 lantai seluas lebih dari 1000 meter itu pun luluh lantak. Saya heran sekaligus kagum, betapa jitu dan tepatnya Israel menembakkan bomnya, karena bisa menghancurkan sebuah lab tanpa menyentuh sedikitpun bangunan lain di sekitarnya.


Tujuan selanjutnya adalah rumah alm Syekh Ahmad Yassin, seorang tokoh Gaza yang menjadi syuhada. Rumah beliau sangat sederhana, di sebuah gang kecil gelap di Gaza City. Kami diterima oleh putranya yang menyambut tim dengan hangat, dan menjelaskan perjuangan dan semangat beliau. Kami juga menapak tilas jejak syahid beliau yang diserang sepulang sholat subuh di masjid kecil 100 m dari rumah beliau.


Waktu telah menunjukkan pukul 8 malam, tapi perjalanan belum berakhir. Kunjungan terakhir adalah RS kecil yang menjadi limpahan pasien saat RS Asy Shifa tidak mampu menampung. RS ini pernah merawat Ismael Haniyya, PM Gaza yang diserang Israel. Jam 9 lewat kami kembali ke RS Asy Shifa.


Perjalanan memang cukup melelahkan. Tapi banyak pelajaran yang dapat dipetik dari perjalanan ini. Betapa kita harus lebih banyak bersyukur. Dibandingkan rakyat Gaza, penderitaan akibat kemiskinan kita bukanlah apa-apa.

Tidak ada komentar: